Translate

Jumat, 26 Juni 2015

Nama Itu Doa

“Sesungguhnya, pada hari kiamat nanti,
kalian akan dipanggil dengan nama-nama kamu
dan nama ayah-ayah kamu; maka buatlah nama
yang baik bagi diri kamu. (Diriwayatkan oleh Abu
Dawud dari Abu al Darda dengan sanad Hasan)
“Dan janganlah kamu panggil memanggil dengan
gelar-gelar yang buruk.”(QS.Al Baqarah:11)
Menamai anak adalah cara kita
memberikan citra awal tentang diri anak yang
suatu saat kita berharap ia akan menjadi
terjemahan bagi namanya. Dan karenanya, nama
juga merupakan cara anak memahami tentang
bagaimana orang lain atau lingkungan
memahami dirinya. Ini berarti bahwa nama
sangat berpengaruh dalam pembentukan konsep
diri anak.
Untuk meneguhkan identitas budaya dan
keagamaan, Islam menganjurkan kita
menggunakan nama Allah dengan menambah
kata ‘abd (hamba) sebagai penegasan atas
penghambaan kita kepadaNya. Dianjurkan juga
menggunakan nama Nabi. Dengan mengikatkan
nama dengan Allah, para Nabi dan makna lain
yang mewakili fitrah manusia, anak akan selau
terasosiasi dengan makna-makna kebenaran dan
kebaikan yang akan menjadi dasar identifikasi
kepribadiannya.
Bila kita mengacu pada nama orang
besar misalnya sahabat, kita harus benar-benar
yakin bahwa tidak akan ada kesenjangan antara
harapan yang kita titipkan lewat nama dengan
kemampuan bawaan anak itu sendiri, sehingga ia
secara psikologis tidak terganggu. Selain itu,
juga ada baiknya untuk tidak menggunakan
nama orang-orang besar yang masih hidup.
Sebab kita tidak tahu bagimana akhir hidup
orang itu kelak. Sehingga nama orang besar
yang ingin kita pakai sebagai nama bagi anak
adalah nama mereka yang sudah meninggal dan
menjadi milik sejarah.
Selain itu, Islam juga menganjurkan
memberikan kun’yah (nama yang dikaitkan
dengan Abu (ayah) atau Ummu (Ibu)). Misalmya
Abu fulan atau Ummu fulan. Kun’yah ini
diberikan kepada anak tanpa harus menunggu ia
menikah dulu. Cara ini mengandung makna
penghormatan kepada jatidiri anak, berfungsi
mengembangkan kepribadian sosialnya,
menciptakan nuansa keakraban dan
persahabatan serta kesederajatan dan akhirnya
mengajari anak bagaimana seharusnya bebahasa
dengan orang dewasa. Kun’yah juga berguna
untuk memberi penyadaran fungsi gender sejak
dini. Nama itu doa, dan dari namanya kita tahu apa
harapan orang tuanya terhadap anaknya. Orang
Jawa yang sudah mulai meninggalkan
budayanya terlihat saat ia memberi nama
anaknya. Sebagai contoh, orang tua yang ingin
anaknya ahli memecahkan masalah akan diberi
nama Sukarman. Sedangkan orang tua yang
ingin anaknya saat ujian lancar dan tidak
pernah di-her (remedial) nama anaknya jadi
Herman. Bila orang tuanya berharap anaknya
menjadi pecinta mobil, nama anaknya jadi
Karman.
Dikisahkan, seorang suami sedang bingung
memberi nama anak pertamanya yang lahir di
rumah sakit bersalin. Ia ingin anaknya kelak
menjadi host di televisi, pintar bertanya seperti
Andi F Noya. Lantas sang ayah baru ini
memutar otak, bagaimana agar impiannya itu
tercapai. “Bertanya dalam bahasa Ingris itu Ask,
anak laki-laki itu man. Maka aku ingin memberi
nama anakku Asman,” bisiknya dalam hati.

Setiap orang akan mendapatkan pengaruh dari
nama yang diberikan padanya. "
Ini menunjukkan bahwa jika nama yang diberikan
adalah nama yang terbaik, maka atsarnya
(pengaruhnya) pun baik. Oleh karenanya, Nabi
shallallahu alaihi wa sallam menyatakan bahwa
nama yang terbaik adalah Abdullah karena nama
tersebut menunjukkan penghambaan murni pada
Allah. Begitu pula, dalam beberapa hadits Nabi
shallallahu alaihi wa sallam melarang memberi
nama dengan nama yang buruk seperti Ashiyah
(wanita yang bermaksiat, dengan huruf ain dan
shod), Hazn (sedih) dan Zahm (sempit).
Intinya, nama begitu pengaruh dalam diri orang
yang diberi nama. Coba bayangkan bagaimana
jika seorang anak diberi nama dengan Hazn
(sedih), pasti ia akan jadi orang yang terus-
terusan bersedih karena mengingat namanya
tersebut. Itulah urgensi penting dalam pemberian
nama bagi si buah hati.
Pengaruh lainnya lagi, dari nama terbaik,
seseorang dapat mengetahui bagaimanakah orang
tuanya. Orang tuanya dapat diketahui dari nama
anaknya, apakah ortunya itu sholih atau tholih
(lawan dari sholih). Sebagaimana orang arab pun
mengatakan,
ﻣِﻦْ ﺍِﺳْﻤِﻚَ ﺃَﻋْﺮِﻑُ ﺃَﺑَﺎﻙَ
" Dari namamu, aku bisa mengetahui
bagaimanakah ayahmu. "
Dari nama yang baik pula, seseorang bisa
menyebarkan kebaikan. Lihatlah bagaimana jika
seseorang diberi nama "Musa". Dari nama ini,
setiap orang yang mendengar nama tersebut bisa
mengingat bagaimanakah sifat dan akhlaq mulia
dari Nabi Musa alaihis salam. Oleh karena itu,
pemberian nama yang baik di sini termasuk
menyebar sunnah hasanah di tengah-tengah
umat. Maksud kami ini sebagaimana disebutkan
dalam hadits,
ﻣَﻦْ ﺳَﻦَّ ﻓِﻰ ﺍﻹِﺳْﻼَﻡِ ﺳُﻨَّﺔً ﺣَﺴَﻨَﺔً ﻓَﻠَﻪُ ﺃَﺟْﺮُﻫَﺎ ﻭَﺃَﺟْﺮُ ﻣَﻦْ ﻋَﻤِﻞَ ﺑِﻬَﺎ
" Barangsiapa yang memulai mengerjakan
perbuatan baik dalam Islam, maka dia akan
memperoleh pahalanya dan pahala orang yang
mencontoh perbuatan itu ." (HR. Muslim no. 1017)
[2]
Inilah di antara urgensi memberi nama yang baik.
Waktu Terbaik dalam Pemberian Nama
Mengenai waktu terbaik dalam pemberian nama
dapat kita lihat dalam hadits-hadits berikut.
Dari Anas bin Malik, ia berkata bahwa Rasulullah
shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
ﻭُﻟِﺪَ ﻟِﻰَ ﺍﻟﻠَّﻴْﻠَﺔَ ﻏُﻼَﻡٌ ﻓَﺴَﻤَّﻴْﺘُﻪُ ﺑِﺎﺳْﻢِ ﺃَﺑِﻰ ﺇِﺑْﺮَﺍﻫِﻴﻢَ
" Semalam telah lahir anakku dan kuberi nama
seperti ayahku yaitu Ibrahim. " (HR. Muslim no.
2315)
Dari Abu Musa, ia mengatakan,
ﻭُﻟِﺪَ ﻟِﻰ ﻏُﻼَﻡٌ ، ﻓَﺄَﺗَﻴْﺖُ ﺑِﻪِ ﺍﻟﻨَّﺒِﻰَّ - ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ - ﻓَﺴَﻤَّﺎﻩُ
ﺇِﺑْﺮَﺍﻫِﻴﻢَ ، ﻓَﺤَﻨَّﻜَﻪُ ﺑِﺘَﻤْﺮَﺓٍ ، ﻭَﺩَﻋَﺎ ﻟَﻪُ ﺑِﺎﻟْﺒَﺮَﻛَﺔِ ، ﻭَﺩَﻓَﻌَﻪُ ﺇِﻟَﻰَّ ، ﻭَﻛَﺎﻥَ
ﺃَﻛْﺒَﺮَ ﻭَﻟَﺪِ ﺃَﺑِﻰ ﻣُﻮﺳَﻰ .
"Anak laki-lakiku lahir, kemudian aku
membawanya kepada Nabi shallallahu 'alaihi
wasallam. Beliau lalu memberinya nama Ibrahim,
beliau menyuapinya dengan kunyahan kurma dan
mendoakannya dengan keberkahan, setelah itu
menyerahkannya kepadaku." Ibrahim adalah anak
tertua Abu Musa." (HR. Bukhari no. 5467, 6198
dan Muslim no. 2145)
Dari Samurah bin Jundub bahwa Rasulullah
shallallahu 'alaihi wa sallam berkata,
ﻛُﻞُّ ﻏُﻼَﻡٍ ﺭَﻫِﻴﻨَﺔٌ ﺑِﻌَﻘِﻴﻘَﺘِﻪِ ﺗُﺬْﺑَﺢُ ﻋَﻨْﻪُ ﻳَﻮْﻡَ ﺳَﺎﺑِﻌِﻪِ ﻭَﻳُﺤْﻠَﻖُ ﻭَﻳُﺴَﻤَّﻰ
" Setiap anak tergadaikan dengan aqiqahnya,
disembelihkan untuknya pada hari ketujuhnya,
dicukur rambutnya dan diberi nama ." (HR. Abu
Daud no. 2838, An Nasai no. 4220, Ibnu Majah
nol. 3165, Ahmad 5/12. Syaikh Al Albani
mengatakan bahwa hadits ini shahih)
Dari hadits Abu Musa di atas, Ibnu Hajar
rahimahullah mengatakan, "Hadits ini
menunjukkan bahwa Abu Musa bersegera
membawa bayinya yang baru lahir kepada Nabi
shallallahu alaihi wa sallam, lalu ditahnik setelah
diberi nama sebelumnya. Dalil ini menunjukkan
bahwa bersegera dalam pemberian nama pada si
buah hati itu lebih baik, dan tidak mesti
menunggu pemberian nama pada hari ketujuh."[3]
Al Baihaqi mengatakan, "Hadits yang
membicarakan pemberian nama pada si buah hati
di hari kelahiran lebih shahih daripada hadits
yang menunjukkan pemberian nama pada hari
ketujuh."[4]
Syaikh Bakr Abu Zaid rahimahullah dalam
kitabnya Tasmiyatul Mawlud mengatakan,
"Terdapat dalam sunnah Nabi shalllallahu alaihi
wa sallam bahwa pemberian nama itu ada tiga
waktu:
1. Di hari kelahiran,
2. Sampai hari ketiga dari hari kelahiran,
3. Di hari ketujuh dari kelahiran,
Perbedaan ini adalah perbedaan variatif dan
dalam hal ini ada kelonggaran untuk memilih
salah satunya."[5]
Apa yang disebutkan oleh Syaikh Bakr Abu Zaid
sama halnya dengan yang disebutkan oleh Ibnul
Qayyim rahimahullah dalam kitabnya Tuhfatul
Mawdud[6]. Namun sebagaimana kata Ibnu Hajar
di atas, dalam pemberian nama lebih cepat itu
lebih baik yaitu lebih bagus memberi nama pada
hari pertama. Wallahu alam.
Pemberian Nama dan Nasab Menjadi Hak Ayah
(Bukan Ibu)
Ibnul Qayyim rahimahullah
mengatakan,"Mengenai pemberian nama menjadi
hak ayah itu tidak ada perselisihan di antara para
ulama. Hadits-hadits sebelumnya (yang
membicarakan tentang pemberian nama, pen)
juga menunjukkan akan hal ini. "
Beliau rahimahullah juga mengatakan,
"Sebagaimana tidak ada perselisihan bahwa ayah
yang berhak memberi nama, maka tidak ada
perselisihan pula mengenai masalah anak
dipanggil dengan nama ayahnya bukan dengan
nama ibunya. Sehingga anak tersebut dipanggil
dengan fulan bin fulan (dan bukan fulan bin
fulanah, pen). Di antara dalil yang menunjukkan
hal ini, firman Allah Taala ,
ﺍﺩْﻋُﻮﻫُﻢْ ﻟِﺂَﺑَﺎﺋِﻬِﻢْ ﻫُﻮَ ﺃَﻗْﺴَﻂُ ﻋِﻨْﺪَ ﺍﻟﻠَّﻪِ
" Panggilah mereka dengan (memakai) nama
bapak-bapak mereka ." (QS. Al Ahzab: 5). Anak
hanyalah mengikuti ibunya dalam masalah
merdeka atau budak. Sedangkan ia tetap
mengikuti ayahnya dalam nasab dan dalam
pemberian nama." [7]
Dalil lain yang dapat kita lihat adalah hadits dari
Ibnu Umar, dia berkata, "Rasulullah shallallahu
'alaihi wa sallam bersabda,
ﺇِﺫَﺍ ﺟَﻤَﻊَ ﺍﻟﻠَّﻪُ ﺍﻷَﻭَّﻟِﻴﻦَ ﻭَﺍﻵﺧِﺮِﻳﻦَ ﻳَﻮْﻡَ ﺍﻟْﻘِﻴَﺎﻣَﺔِ ﻳُﺮْﻓَﻊُ ﻟِﻜُﻞِّ ﻏَﺎﺩِﺭٍ ﻟِﻮَﺍﺀٌ
ﻓَﻘِﻴﻞَ ﻫَﺬِﻩِ ﻏَﺪْﺭَﺓُ ﻓُﻼَﻥِ ﺑْﻦِ ﻓُﻼَﻥٍ
" Apabila Allah mengumpulkan orang-orang yang
terdahulu dan orang-orang yang terakhir kelak di
hari Kiamat, maka akan dikibarkan bendera bagi
setiap pengkhianat, lalu dikatakan, 'Ini adalah
bendera si fulan bin fulan' ." (HR. Muslim no.
1735). Hadits ini menunjukkan bahwa seseorang
akan dipanggil pada hari kiamat dengan nama
bapak mereka (fulan bin fulan), bukan nama ibu
mereka (fulan bin fulanah).
Urutan Nama Terbaik Bagi Si Buah Hati[8]
Urutan pertama: Nama Abdullah dan
Abdurrahman
Dalam ktab Al Adzkar , Imam An Nawawi Asy
Syafii rahimahullah menyebutkan Bab " Penjelasan
nama yang paling dicintai oleh Allah ". Lantas
beliau bawakan dua hadits berikut ini.
Dari Ibnu Umar, Rasulullah shallallahu alaihi wa
sallam bersabda,
ﺇِﻥَّ ﺃَﺣَﺐَّ ﺃَﺳْﻤَﺎﺋِﻜُﻢْ ﺇِﻟَﻰ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﻋَﺒْﺪُ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﻭَﻋَﺒْﺪُ ﺍﻟﺮَّﺣْﻤَﻦِ
" Sesungguhnya nama kalian yang paling dicintai
di sisi Allah adalah Abdullah dan
Abdurrahman."(HR. Muslim no. 2132)
Dari Jabir bin Abdillah, ia berkata,
ﻭُﻟِﺪَ ﻟِﺮَﺟُﻞٍ ﻣِﻨَّﺎ ﻏُﻼَﻡٌ ﻓَﺴَﻤَّﺎﻩُ ﺍﻟْﻘَﺎﺳِﻢَ ﻓَﻘُﻠْﻨَﺎ ﻻَ ﻧَﻜْﻨِﻴﻚَ ﺃَﺑَﺎ ﺍﻟْﻘَﺎﺳِﻢِ ﻭَﻻَ
ﻛَﺮَﺍﻣَﺔَ . ﻓَﺄَﺧْﺒَﺮَ ﺍﻟﻨَّﺒِﻰَّ - ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ - ﻓَﻘَﺎﻝَ ‏« ﺳَﻢِّ ﺍﺑْﻨَﻚَ
ﻋَﺒْﺪَ ﺍﻟﺮَّﺣْﻤَﻦِ ‏»
" Seorang laki-laki di antara kami ada yang
memiliki anak, kemudian dia memberi nama "Al
Qasim". Maka kami berkata, "Kami tidak akan
menjuluki kamu dengan Abu Al Qasim dan kami
tidak akan memuliakannya. Lalu orang tersebut
memberitahukan kepada Nabi shallallahu 'alaihi
wasallam. Maka beliau bersabda, "Berilah
anakmu nama Abdurrahman." (HR. Bukhari no.
6186)
Kedua nama ini memiliki keunggulan dari segi:
Pertama: Nama ini mengandung sifat
penghambaan yang khusus antara hamba dan
Allah dibanding dengan nama-nama (yang
bersandar pada asmaul husna) lainnya. Karena
nama Abdullah mengandung sifat ubudiyah
(penghambaan dalam ibadah) dan ini hanya ada
kaitannya antara Allah dan hamba. Begitu pula
nama Abdurrahman mengandung sifat ubudiyah
(penghambaan) karena sifat Ar Rahman adalah
sifat rahmat yang khusus antara hamba dan
Allah.[9]
Kedua: Nama berupa penghambaan yang terdapat
dalam kedua nama tersebut dikhususkan dalam
Al Quran dari nama-nama terbaik lainnya.
Semisal dapat ayat-ayat berikut,
ﻭَﺃَﻧَّﻪُ ﻟَﻤَّﺎ ﻗَﺎﻡَ ﻋَﺒْﺪُ ﺍﻟﻠَّﻪِ ﻳَﺪْﻋُﻮﻩُ ﻛَﺎﺩُﻭﺍ ﻳَﻜُﻮﻧُﻮﻥَ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﻟِﺒَﺪًﺍ
" Dan bahwasanya tatkala Abdullah (yaitu hamba
Allah, Muhammad) berdiri menyembah-Nya
(mengerjakan ibadat), hampir saja jin-jin itu
desak mendesak mengerumuninya ." (QS. Al Jin:
19)
ﻭَﻋِﺒَﺎﺩُ ﺍﻟﺮَّﺣْﻤَﻦِ ﺍﻟَّﺬِﻳﻦَ ﻳَﻤْﺸُﻮﻥَ ﻋَﻠَﻰ ﺍﻟْﺄَﺭْﺽِ ﻫَﻮْﻧًﺎ ﻭَﺇِﺫَﺍ ﺧَﺎﻃَﺒَﻬُﻢُ
ﺍﻟْﺠَﺎﻫِﻠُﻮﻥَ ﻗَﺎﻟُﻮﺍ ﺳَﻠَﺎﻣًﺎ
" Dan Ibadurrahman (hamba-hamba Tuhan yang
Maha Penyayang) itu (ialah) orang-orang yang
berjalan di atas bumi dengan rendah hati dan
apabila orang-orang jahil menyapa mereka,
mereka mengucapkan kata-kata (yang
mengandung) keselamatan ." (QS. Al Furqon: 63)
ﻗُﻞِ ﺍﺩْﻋُﻮﺍ ﺍﻟﻠَّﻪَ ﺃَﻭِ ﺍﺩْﻋُﻮﺍ ﺍﻟﺮَّﺣْﻤَﻦَ ﺃَﻳًّﺎ ﻣَﺎ ﺗَﺪْﻋُﻮﺍ ﻓَﻠَﻪُ ﺍﻟْﺄَﺳْﻤَﺎﺀُ ﺍﻟْﺤُﺴْﻨَﻰ
" Katakanlah: "Serulah Allah atau serulah Ar-
Rahman. Dengan nama yang mana saja kamu
seru, Dia mempunyai al asmaaul husna (nama-
nama yang terbaik) " (QS. Al Isro: 110)
Ketiga: Nabi shallallahu alaihi wa sallam memberi
nama pada anak pamannya (Al Abbas) dengan
nama Abdullah.
Keempat: Sekitar 300 sahabat Nabi memiliki
nama Abdullah.[10]
Urutan kedua: Nama bentuk penghambaan pada
asmaul husna lainnya.
Seperti Abdul Aziz, Abdul Malik, Abdur Rozaq,
Abdul Halim, dan Abdul Muhsin.[11]
Urutan ketiga: Nama para Nabi dan Rasul Allah
Seperti Adam, Nuh, Musa, Ibrahim, Isa dan
Muhammad, yang intinya ada 25 nama Nabi yang
disebutkan dalam Al Quran.
Dari Al Mughirah bin Syu'bah ia berkata, "Ketika
aku mendatangi kota Najran, para penduduknya
bertanya kepadaku: Sesungguhnya kalian
membaca "Wahai saudara Harun". Padahal Musa
hidup sebelum Isa berjarak beberapa tahun. Maka
ketika aku datang kepada Rasulullah shallallahu
'alaihi wa sallam, aku menanyakan hal itu kepada
beliau, dan beliau pun menjawab,
ﺇِﻧَّﻬُﻢْ ﻛَﺎﻧُﻮﺍ ﻳُﺴَﻤُّﻮﻥَ ﺑِﺄَﻧْﺒِﻴَﺎﺋِﻬِﻢْ ﻭَﺍﻟﺼَّﺎﻟِﺤِﻴﻦَ ﻗَﺒْﻠَﻬُﻢْ
" Dulu mereka memberi nama dengan nama-nama
para Nabi mereka dan orang-orang shaleh dari
kaum sebelum mereka ." (HR. Muslim no. 2135)
Dalil lainnya adalah bolehnya memiliki nama
seperti nama "Muhammad", nama Nabi kita.
Bahkan nama inilah yang terbaik dari nama para
Nabi alaihimus salam lainnya[12]. Dari Abu
Hurairah, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam
bersabda,
ﺗَﺴَﻤَّﻮْﺍ ﺑِﺎﺳْﻤِﻰ ﻭَﻻَ ﺗَﻜَﻨَّﻮْﺍ ﺑِﻜُﻨْﻴَﺘِﻰ
"Berilah nama dengan namaku (Muhammad) dan
janganlah kalian berkunyah dengan kunyahku
(Abul Qosim)". (HR. Bukhari no. 6187 dan Muslim
no. 2134)
An Nawawi membawakan hadits-hadits di atas
dalam Bab "Larangan berkunyah dengan Abul
Qosim dan penjelasan mengenai nama-nama
yang disunnahkan." Hal ini menunjukkan bahwa
nama para Nabi dan Rasul adalah di antara nama
terbaik yang bisa digunakan.
An Nawawi dalam Syarh Muslim menjelaskan,
"Dari hadits ini sekelompok ulama berdalil bahwa
bolehnya memberi nama dengan nama para Nabi
alaihimus salaam, bahkan ini adalah ijma
(kesepakatan) ulama. Kecuali Umar bin Khottob
yang berpendapat agak sedikit berbeda dalam hal
ini."[13]
Urutan keempat: Nama orang sholeh
Dalil hal ini sudah disebutkan sebelumnya dalam
hadits Al Mughirah bin Syu'bah. Yang paling baik
digunakan adalah nama para sahabat karena
merekalah generasi terbaik dari umat ini.
Seutama-utama dari mereka adalah para
Khulafaur Rosyidin, yaitu Abdullah (Abu Bakr),
Umar, Utsman, dan Ali.
Untuk anak perempuan bisa menggunakan nama
istri-istri Nabi shallallahu alaihi wa sallam
( Ummahatul Mukminin ). Menurut pendapat yang
kuat, istri yang dinikahi oleh Nabi shallallahu
alaihi wa sallam ada 11[14] :
1. Khadijah binti Khuwailid;
2. Saudah binti Zumah;
3. Aisyah binti Abu Bakar Ash Shidiq;
4. Hafshoh binti Umar bin Al Khaththab;
5. Zainab binti Khuzaimah;
6. Ummu Salamah Hindun binti Abu Umayyah;
7. Zainab binti Jahsy bin Rayyab;
8. Juwairiyyah binti Al Harits;
9. Ummu Habibah Romlah binti Abu Sufyan;
10. Shofiyah binti Huyai bin Akhthab;
11. Maimunah binti Al Harits.[15]
Sebagai contoh yang menggunakan nama
sahabat adalah anak-anak Az Zubair bin Al
Awam. Beliau menamakan sembilan anaknya
dengan nama para sahabat yang mengikuti
perang Badar. Anak-anaknya tersebut diberi
nama:
1. Abdullah
2. Al Mundzir
3. Urwah
4. Hamzah
5. Jafar
6. Mushab
7. Ubaidah
8. Kholid
9. Umar[16]
Urutan kelima: Nama lainnya yang memenuhi
syarat dan adab
Syarat dalam pemberian nama sebagai berikut:
Syarat Pertama: Menggunakan bahasa Arab.
Dari sini, menunjukkan terlarangnya menggunakan
nama-nama bukan Arab seperti Joseph, Robert,
Markus, Julia dan Diana.
Syarat Kedua: Memiliki susunan dan makna yang
bagus.
Sehingga dari sini tidak boleh menggunakan
nama makruh dan terlarang. Begitu juga terlarang
menggunakan nama yang mengandung celaan
dan mengandung tazkiyah (menetapkan kesucian
dirinya). Oleh karena itu, nama semacam ini Nabi
shallallahu alaihi wa sallam sampai merubahnya.
Ath Thobari rahimahullah mengatakan, "Tidak
sepantasnya seseorang memakai nama dengan
nama yang jelek maknanya atau menggunakan
nama yang mengandung tazkiyah (menetapkan
kesucian dirinya), dan tidak boleh pula dengan
nama yang mengandung celaan. Seharusnya
nama yang tepat adalah nama yang menunjukkan
tanda bagi seseorang saja dan bukan
dimaksudkan sebagai hakikat sifat. Akan tetapi,
dihukumi makruh jika seseorang bernama dengan
nama yang langsung menunjukkan sifat dari
orang yang diberi nama. Oleh karena itu, Nabi
shallallahu alaihi wa sallam pernah mengganti
beberapa nama ke nama yang benar-benar
menunjukkan sifat orang tersebut. Beliau
melakukan semacam itu bukan maksud
melarangnya, akan tetapi untuk maksud ikhtiyar
(menunjukkan pilihan yang lebih baik)."[17]
Adab dalam pemberian nama yang sebisa
mungkin dilakukan:
Pertama: Menggunakan nama sesuai urutan
terbaik yang telah kami jelaskan di awal.
Kedua: Menggunakan nama yang terdiri dari huruf
yang jumlahnya sedikit.
Ketiga: Menggunakan nama yang mudah
diucapkan di lisan.
Keempat: Memudahkan orang yang mendengar
untuk mengingatnya.
Kelima: Menggunakan nama yang cocok dengan
orang yang diberi nama dan tidak keluar dari
kebiasaan yang dipakai dalam agamanya atau
masyarakat sekitarnya.[18]
Dari penjelasan adab tambahan ini menunjukkan
bahwa nama yang kurang bagus adalah nama
yang terdiri dari banyak kata seperti: Andika
Syarifudin Guntur Prasetyo, Linggar Simping
Pembayun Retno Utami . Nama ini kurang disukai
karena orang-orang akan beranggapan bahwa
satu nama ini terdiri dari beberapa orang. Inilah
sisi kurang bagusnya untuk nama-nama semisal
itu.
Insya Allah, untuk pembahasan ini kami masih
lanjutkan dalam tulisan selanjutnya yaitu
mengenai nama yang haram dan makruh untuk
digunakan. Semoga Allah mudahkan.
Semoga pembahasan ini bermanfaat bagi siapa
saja yang menanti buah hatinya. Semoga Allah
beri keberkahan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar